Program Studi (Prodi) Magister Kesehatan Masyarakat (Kesmas) UIN Alauddin Makassar menggelar kuliah pakar yang mengangkat topik sangat relevan dan menarik dalam dunia penelitian kesehatan, yaitu pemanfaatan data sekunder.
Acara ini berlangsung melalui platform Zoom meeting pada Selasa (14/11/2023) ini merupakan upaya untuk memperluas pemahaman dan pengetahuan dalam mengoptimalkan pemanfaatan data sekunder dalam penelitian kesehatan.
Kuliah pakar ini diawali dengan sambutan pembukaan yang disampaikan oleh Ketua Prodi S2 Kesmas, Dr. Sitti Raodhah, yang menyatakan pentingnya penggunaan data sekunder dalam penelitian kesehatan.
Namun, yang membuat acara ini semakin menarik adalah kehadiran Agung Dwi Laksono, seorang anggota Badan Riset Nasional (BRIN), sebagai narasumber utama.
Dalam paparannya, Agung Dwi Laksono menjelaskan konsep dan manfaat dari data sekunder dalam penelitian kesehatan.
"Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh pihak lain, baik melalui survei maupun data rutin atau laporan. Data sekunder dapat dibagi menjadi dua jenis utama, yaitu data agregat dan data individu," jelasnya.
Lebih lanjut, Dia menjelaskan data agregat meliputi data yang dihimpun untuk wilayah tertentu seperti kabupaten/kota atau provinsi.
"Data agregat ini biasanya dari buku profil kesehatan suatu daerah, serta laporan-laporan seperti Riskesdas tahunan," paparnya.
Sementara itu, tambahnya data individu mencakup data mentah yang mencantumkan unit analisis individu seperti keluarga.
"Data individu ini lebih fleksibel dalam penggunaannya, namun memerlukan izin akses dan harus dikelola dengan etika yang ketat," jelasnya.
Agung Dwi Laksono juga menyoroti sumber data sekunder yang dapat dimanfaatkan, termasuk sensus dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan survei seperti Susenas, Riskedas, dan Rifaskes yang dikeluarkan oleh badan kebijakan pembangunan kesehatan.
Hasil penelitian juga dapat menjadi sumber data sekunder yang berharga.
Keuntungan utama dalam memanfaatkan data sekunder adalah menghemat waktu, karena peneliti tidak perlu membuat proposal, merancang kuesioner, atau mengumpulkan data secara mandiri.
Data sekunder seringkali disebut sebagai "big data" karena memiliki cakupan yang luas. Biaya penggunaan data sekunder seringkali minim atau bahkan gratis, kecuali jika peneliti memerlukan bantuan dari lembaga-lembaga tertentu seperti Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKPK) atau BPS.
Namun, Agung Dwi Laksono juga menegaskan bahwa ada keterbatasan dalam penggunaan data sekunder.
"Variabel yang tersedia mungkin tidak sesuai dengan yang dibutuhkan dalam penelitian, dan definisi operasional harus sesuai dengan yang digunakan dalam survei asal. Izin akses juga menjadi hal yang penting dalam penggunaan data sekunder.